Pengertian
shalat secara estimologi bahasa, adalah; doa. Sedangkan menurut istilah syar’i,
shalat adalah; suatu ucapan dan perbuatan tertentu, yang diawali dengan bacaan
takbir, dan diakhiri dengan salam.
Shalat Fardlu & Waktu-nya
اَلْمَكْتُوْبَاتُ
خَمْسٌ: اَلظُّهْرُ، وَأَوَّلُ وَقْتِهِ: زَوَالُ الشَّمْسِ، وَآخِرُهُ مَصِيْرُ ظِلِّ
الشَّيْءِ مِثْلَهُ سِوَى ظِلِّ اسْتِوَاءِ الشَّمْسِ، وَهُوَ أَوَّلُ وَقْتِ الْعَصْرِ،
وَيَبْقَى حَتَّى تَغْرُبَ، وَالْاِخْتِيَارُ: أَنْ لَا تُؤَخَّرَ عَنْ مَصِيْرِ
الظِّلِّ مِثْلَيْنِ.
وَالْمَغْرِبُ:
بِالْغُرُوْبِ، وَيَبْقَى حَتَّى يَغِيْبَ الشَّفَقُ الْأَحْمَرُ فِي الْقَدِيْمِ،
وَفِي الْجَدِيْدِ: يَنْقَضِيْ بِمُضِيِّ قَدْرَ وُضُوْءٍ، وَسَتْرِ عَوْرَةٍ، وَأَذَانٍ،
وَإِقَامَةٍ، وَخَمْسِ رَكَعَاتٍ، وَلَوْ شَرَعَ فِي الْوَقْت وَمَدَّ حَتَّى غَابَ
الشَّفَقُ الْأَحْمَرَ جَازَ عَلَى الصَّحِيْحِ.
قُلْتُ:
اَلْقَدِيْمُ أَظْهَرُ، وَاللهُ أَعْلَمَ
وَالْعِشَاءُ:
بِمَغِيْبِ الشَّفَقِ، وَيَبْقَى إِلَى الْفَجْرِ، وَالْاِخْتِيَارُ: أَنْ لَا تُؤَخَّرَ
عَنْ ثُلُثِ اللَّيْلِ، وَفِيْ قَوْلٍ: نِصْفِهِ.
وَالصُّبْحُ:
بِالْفَجْرِ الصَّادِقِ، وَهُوَ الْمُنْتَشِرُ ضَوْؤُهُ مُعْتَرِضًا بِالْأُفُقِ،
وَيَبْقَى حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ، وَالْاِخْتِيَارِ أَنْ لَا تُؤَخَّرَ عَنِ
الْإِسْفَارِ.
قُلْتُ:
يُكْرَهُ تَسْمِيَةَ الْمَغْرِبَ: عِشَاءً، وَالْعِشَاءُ: عَتَمَةً، وَالنَّوْمُ قَبْلَهَا،
وَالْحَدِيْثُ بَعْدَهَا إِلَّا فِيْ خَيْرٍ، وَاللهُ أَعْلَمُ.
Shalat yang diwajibkan (fardlu ‘ain),
dalam sehari semalam adalah lima waktu, yaitu;
a.
Shalat Dzuhur.
Awal waktu
Shalat Dzuhur, adalah; setelah tergelincir-nya matahari, dan akhir waktu Shalat
Dzuhur, adalah; terjadi-nya bayangan suatu benda sama panjang
dengan benda asli-nya.
b.
Shalat Ashar.
Tejadi-nya
bayangan suatu benda, sama panjang dengan benda asli-nya, adalah awal waktu
Shalat Ashar, dan tetap (dalam waktu Shalat Ashar), sehingga matahari terbenam.
Sedangkan waktu ikhtiyar adalah; sehingga tidak meng-akhir-kan, sampai
terjadi-nya bayangan suatu benda, dua kali panjang benda asli-nya.
c.
Shalat Maghrib.
Waktu Shalat
Maghrib, adalah; dimulai dari terbenam-nya matahari, dan tetap dalam waktu
Shalat Maghrib, sehingga hilang-nya mega merah, sebagaimana dikatakan dalam qaul
al-Qadim, sedangkan menurut qaul al-Jadid; (lama-nya waktu shalat
maghrib) adalah; mencukupi kadar-kira-nya waktu untuk berwudlu, menutup aurat,
Adzan, Iqamat, dan Shalat lima rakaat. Sehingga jika seseorang bergegas dalam
waktu tersebut, dan memanjangkan (= meng-akhir-kan) waktu Shalat Maghrib,
sehingga melakukan Shalat Maghrib, pada waktu hilang-nya mega merah, maka
diperbolehkan menurut pendapat yang shahih/ benar.
Menurutku;
pendapat yang diungkapkan dalam qaul qadim, adalah pendapat yang masyhur
(populer). Wallahu a’lam.
d.
Shalat Isya’.
Waktu Shalat
Isya’, adalah; dimulai dari hilang-nya menga merah, dan tetap dalam waktu
Shalat Isya’, sampai terbit-nya fajar shadiq. Sedangkan waktu Ikhtiyar, adalah;
tidak meng-akhir-kan sampai sepertiga malam, dalam hal ini ada pendapat yang
mengatakan; dalam waktu ikhtiyar sampai separo malam.
e.
Shalat Subuh.
Waktu Shalat
Subuh, adalah dimulai dari terbit-nya fajar shadiq, yaitu; diisaratkan dengan jelas-nya
cahaya fajar diufuk timur, dan tetap dalam waktu Shalat Subuh, sehingga
terbit-nya matahari. Dan waktu ikhtiyar, adalah; sehingga tidak meng-akhir-kan sampai
waktu safar (yaitu; cahaya matahari yang nampak remang, sehingga menjadikan
orang yang melihat dari jarak yang dekat nampak jelas).
Menurutku; dimakruhkan mengatakan Shalat Maghrib, dengan
sebutan Shalat Isya’, dan mengatakan Shalat ‘Isya’ dengan sebutan ‘atamah,
dan dimakruhkan juga, tidur sebelum Shalat Isya’ dan bercakap-cakap
setelah-nya, kecuali obrolan dalam kebaikan. Wallahu a’lam.
0 comments:
Post a Comment