Bila yang ditanyakan pahamnya maka paham manunggaling kawulo gusti,
wahdatul wujud, ittihad, hulul, dan istilah semacamnya adalah sesat
berdasarkan ijma'.
Bila yang ditanyakan ucapan hulul dari pembesar ulama shufiyah
seperti al-Hallaj, Ibnu 'Arabi, dan yang lainnya maka menurut mayoritas
ulama tidak boleh dinisbatkan pada mereka paham hulul. Sebab ucapan
tersebut adalah istilah khusus shufiyah, kedudukannya sekedar sebagai
hikayah yang diucapkan dalam keadaan fana'. Bagi jumhur mereka tidak
dihukumi kufur. Sementara segolongan ulama lain seperti as-Subki dan
Ibnu Muqri berpendapat tentang kekufurannya.
Pembuktian jumhur bahwa ucapan itu tidak termasuk paham wahdatul
wujud, dari mafhum fatwa as-Suyuthi, bisa diketahui dari dua hal:
- Ucapan tersebut keluar dari mulut pemuka ulama yang masyhur keilmuan dan amal shalihnya
- Bantahan ulama itu sendiri atas konsep hulul dalam sebagian karyanya yang lain
Sementara pada pemula pengikut shufiyah yang benar-benar terjebak
pada paham hulul akan meyakini bahwa seorang salik ketika sudah sampai
pada derajat suluk yang tinggi maka terkadang akan menyatu dengan
dzatiyah Allah. Wal'iyadzu billah.
Wallahu subhanahu wa ta'ala a'lam.
وأحسن ما اعتذر عمن صدرت منه هذه الكلمة الدالة على ذلك وهي قوله أنا
الحق بأنه قال ذلك في حال سكر واستغراق غيبوبة عقل ، وقد رفع الله التكليف
عمن غاب عقله وألغى أقواله فلا تعد مقالته هذه شيئا ولا يلتفت إليها فضلا
عن أن تعد مذهبا ينقل ، وما زالت العلماء ومحققو الصوفية يبينون بطلان
القول بالحلول والاتحاد وينبهون على فساده ويحذرون من ضلاله
"Penjelasan yang paling baik atas ucapan ulama besar 'ana alhaq'
yang menunjukan wahdatul wujud yaitu ucapan tersebut diucapkan dalam
keadaan mabuk dan tenggelam kesadaran akalnya. Allah mengangkat taklif
atas orang yang hilang akal dan hukum ucapannya diabaikan. Maka jangan
memiliki anggapan tertentu atas perkataan tersebut, janganlah condong,
apalagi menganggapnya sebagai ideologi tersendiri. Tidak henti-hentinya
para ulama dan pemuka shufi menjelaskan kebathilan ucapan hulul,
mengingatkan atas bahayanya, serta memperingatkan atas kesesatannya."
(al-Hawi lil Fatawi, 2/123)
وقال صاحب [ كتاب ] معيار المريدين
فإذن أصل الاتحاد باطل محال مردود شرعا وعقلا وعرفا باجماع الأنبياء والأولياء ومشايخ الصوفية وسائر العلماء والمسلمين
"Pengarang Mi'yar al-Muridin berkata: dasar dari paham ittihad itu
bathil, mustahil, dan tertolak oleh syariat, akal, dan 'urf,
berdasarkan ijma' anbiya, auliya, para pemuka shufiyah, serta seluruh
ulama dan kaum muslimin." (al-Hawi lil Fatawi, 2/126)
ولا يظن بهؤلاء العارفين الحلول والاتحاد لأن ذلك غير مظنون بعاقل ،
فضلا عن المتميزين بخصوص المكاشفات واليقين والمشاهدات ، ولا يظن بالعقلاء
المتميزين على أهل زمانهم بالعلم الراجح والعمل الصالح والمجاهدة وحفظ
حدود الشرع الغلط بالحلول والاتحاد
وقد أشار إلى ذلك سيدي علي بن وفا فقال من قصيدة له :
يظنوا بي حلولا واتحادا
وقلبي من سوى التوحيد خالي
Janganlah beranggapan bahwa para arifin itu berpaham hulul dan
ittihad. Sebab hal itu tidak layak dijadikan dugaan oleh orang yang mau
berpikir. Terlebih dugaan itu atas orang yang terkemuka dengan ilmu
kasyaf, ilmu yaqin, dan ilmu musyahadahnya. Janganlah kaum yang berakal
beranggapan bahwa orang yang terkemuka di masanya dengan keunggulan
ilmu, amal shalih, mujahadah, teguh menjalankan syariat, akan
tergelincir dalam paham hulul dan ittihad.
Guruku Ali ibn Wafa mengisyaratkan hal itu dalam syairnya:
Mereka menyangkaku berpaham hulul dan ittihad
Sementara hatiku kosong dari selain tauhid
(al-Hawi lil Fatawi, 2/127)
وقال الشيخ سعد الدين التفتازاني في شرح المقاصد -إلى أن قال-
ومنهم بعض المتصوفة القائلون بأن السالك إذا أمعن في السلوك وخاض معظم لجة الوصول فربما يحل الله فيه
Syaikh Sa'duddin at-Taftazani berkata dalam Syarh al-Maqashid:
sebagian pengikut shufi menyangka bahwa suluk ketika ditekuni dan
meyelam pada derajat wushul yang dalam maka terkadang akan menyatu
dengan Allah di dalam dirinya. (al-Hawi lil Fatawi, 2/128)
قَالَ السُّبْكِيُّ: وَكَذَا الصُّوفِيَّةُ يَنْقَسِمُونَ إلَى
هَذَيْنِ الْقِسْمَيْنِ، وَأَطَالَ فِي ذَلِكَ. ثُمَّ قَالَ فِي آخِرِ
كَلَامِهِ: وَمَنْ كَانَ مِنْ هَؤُلَاءِ الصُّوفِيَّةِ الْمُتَأَخِّرِينَ
كَابْنِ عَرَبِيٍّ وَابْنِ سَبْعِينَ وَالْقُطْبِ الْقُونَوِيِّ
وَالْعَفِيفِ التِّلْمِسَانِيِّ، فَهَؤُلَاءِ ضُلَّالٌ جُهَّالٌ
خَارِجُونَ عَنْ طَرِيقِ الْإِسْلَامِ فَضْلًا عَنْ الْعُلَمَاءِ.
وَقَالَ ابْنُ الْمُقْرِي فِي رَوْضِهِ: إنَّ الشَّكَّ فِي كُفْرِ طَائِفَةِ ابْنِ عَرَبِيٍّ كُفْرٌ.
قَالَ شَيْخُنَا: وَهُمْ الَّذِينَ ظَاهِرُ كَلَامِهِمْ عِنْدَ
غَيْرِهِمْ الِاتِّحَادُ. قَالَ: وَالْحَقُّ أَنَّهُمْ مُسْلِمُونَ
أَخْيَارٌ وَكَلَامُهُمْ جَارٍ عَلَى اصْطِلَاحِهِمْ كَسَائِرِ
الصُّوفِيَّةِ وَهُوَ حَقِيقَةٌ عِنْدَهُمْ فِي مُرَادِهِمْ
As-Subki berkata: begitu juga kalangan shufi terbagi dalam dua
golongan ini, dijelaskannya panjang-lebar, lalu diakhir ucapannya
berkata: golongan ulama shufi mutaakhirin seperti Ibnu Arabi, Ibnu
Sab'in, al-Qawnawi, dan al-Tilmisani, mereka tersesat, jahil, keluar
dari jalur islam apalagi jalur ulama.
Ibnu Muqri berkata: keraguan atas kekafiran golongan seperti Ibnu Arabi akan dihukumi kufur.
Zakariya al-Anshari berkomentar: golongan seperti Ibnu Arabi
maksudnya golongan yang ucapan-ucapannya bagi orang lain tampak sebagai
ucapan hulul. Pendapat yang benar atas masalah ini bahwa mereka tetap
sebagai muslim terkemuka, ucapan-ucapan hulul tersebut diberlakukan
dalam konteks istilah mereka para ulama shufiyah serta menjadi kalam
haqiqi bagi mereka.
(Mughni Muhtaj, 4/97)
0 comments:
Post a Comment